Senin, 05 Januari 2015

Penyelesaian Masalah Santet di Lewoloba

Ilustrasi Santet

Munculnya kematian berturut-turut di penghujung tahun 2014 telah menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat. Apakah peristiwa peristiwa ini merupakan kehendak yang ilahi ataukah atas kehendak manusia. Kehidupan di desa tidak bisa dipisahkan dari yang namanya santet. Santet merupakan penggunaan kekuatan sihir untuk melumpuhkan atau mematikan manusia yang dijadikan target. Biasanya sebelum meninggal korban atau target akan mengalami sakit. Lamanya sakit sangat tergantung dari pelaku santet. Ada yang dibiarkan menderita berkepanjangan dan ada pula yang meninggal seketika. Untuk menangkal black magic ini, si penderita sakit akan menggunakan jasa dukun atau yang biasa disebut Molan untuk menyembuhkannya. Berhasil atau tidaknya Molan untuk menyembuhkan korban/target sangat tergantung pada kekuatannya. Jika kekuatan molan lebih tinggi dari kekuatan black magic maka korban/target dapat disembuhkan. Dan sebaliknya jika Molan tidak mampu menyembuhkan korban/target biasanya korban atau target tersebut akan mencari Molan yang lain yang diyakini memiliki kekuatan lebih tinggi dari kekuatan black magic.

Biasanya kasus akan timbul ketika korban atau target melontarkan tuduhan atau sangkaan subjektif kepada person tertentu. Person yang menjadi sasaran tuduhan akan melaporkan hal ini kepada kepala desa atau lembaga pemangku adat untuk segera menyelesaikannya. Disinilah kesulitan pembuktian akan ditemukan. Hukum negara sejauh ini belum mengatur tentang penyelesaian masalah santet.  Menurut pakar hukum Yusril Izhra Mahendra, hal yang dibuktikan dalam perkara ini bukan black magic-nya tetapi serangkaian tindakan yang mengarah kepada santet. Maka siapa yang mendalilkan bahwa seseorang telah melakukan tindakan santet maka dia harus mampu membuktikan bahwa memang ada serangkaian tindakan atau persekongkolan yang mengarah kepada santet.

Dalam beberapa contoh kasus yang pernah terjadi di Desa Lewoloba, penyelesaian perkara santet biasanya ditempuh melalui sumpah adat. Para pihak akan dipanggil oleh tokoh pemerintahan dan tokoh adat untuk hadir di Korke Bale atau rumah adat untuk mengucapkan sumpah. Jika korban atau target benar maka pelaku santet akan mendapatkan kutukan adat. Jika sebaliknya korban atau target salah maka kutukan tersebut akan mengenai dirinya sendiri. Dalam beberapa catatan sejarah terbukti bahwa pelaku santet yang benar-benar melakukan tindakan tersebut akan diikuti dengan kematian anggota keluarganya atau kematian dirinya sendiri. Biasanya akibat dari sumpah adat mampu memberikan efek jera.