Rabu, 30 Maret 2016

Perlukah Memasukan Perempuan Dalam Struktur Lembaga Adat ?

Gelekat Lewotanah _ Nick Doren
Perempuan Lewoloba
Lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan harapan baru bagi Desa untuk melakukan perubahan-perubahan fundamental pada sendi-sendi kehidupannya, termasuk kehidupan Adat Istiadatnya. Dalam rangka pemberdayaan, pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai-nilai budaya serta kebiasaan masyarakat dipandang perlu untuk dibentuk Lembaga Adat di Desa. Lembaga Adat merupakan wadah penyaluran aspirasi masyarakat dalam rangka penguatan nilai-nilai budaya dan peradaban di Desa.

Badan Permusyawaratan Desa Lewoloba sebagai salah satu lembaga pemerintahan di Desa merespons hal ini dengan merumuskan Ranperdes Lembaga Adat. Tahap pembahasan Ranperdes Lembaga Adat Desa Lewoloba telah dimulai sejak Januari 2016 dan hingga saat ini masih dalam proses pembahasan. Setelah BPD dan Pemerintah Desa Lewoloba melakukan Uji Petik Ranperdes Lembaga Adat di setiap Dusun, BPD mengadakan Rapat Kerja bersama Pemerintah Desa untuk mendengarkan masukan masyarakat dalam rangka penyempurnaan Ranperdes Lembaga Adat. Dari masukan masyarakat yang ada, terdapat satu isu yang urgen untuk diambil langkah selanjutnya, yaitu mengenai keterlibatan kaum perempuan dalam Struktur Lembaga Adat. Anggota BPD dari utusan adat, Bpk. Paulus Gatu Koten, mengingatkan forum, bahwa dalam sejarah adat Lewoloba kaum perempuan tidak pernah terlibat sebagai pelaksana teknis urusan adat, khususnya ritual adat dalam lingkungan Korke / Rumah Adat. Selanjutnya diusulkan agar perempuan tidak dimasukan dalam Struktur Lembaga Adat. 

Pikiran berbeda datang dari anggota BPD lain yang mengusulkan kepada forum agar merespon permintaan masyarakat untuk melibatkan kaum perempuan dalam Struktur Lembaga Adat. Patut diingat bahwa Lembaga Adat adalah lembaga administratif yang mengatur dan mengurus hal-hal teknis demi lancarnya urusan-urusan adat di Desa. Pengurus Lembaga Adat bukan pelaksana langsung ritual adat karena ritual adat merupakan tanggung jawab masing-masing suku berdasarkan perannya masing-masing, yaitu Koten, Kelen, Hurint, Maran. Dalam sejarahnya, memang kaum perempuan Lewoloba tidak pernah dilibatkan dalam ritual adat, tetapi bukan berarti bahwa kaum perempuan tidak dapat dilibatkan dalam proses teknis dan administrasi untuk memperlancar urusan adat. Terdapat banyak perempuan Lewoloba yang berkepribadian baik, cerdas dan berintegritas tinggi yang dapat dilibatkan dalam urusan adat selain ritual adat di seputar Korke.

Pembahasan Ranperdes Lembaga Adat memang sedang berjalan, tetapi tetap harus dipikirkan agar kaum perempuan dilibatkan dalam Struktur Lembaga Adat. Selaras dengan pengaturan dalam Ranperdes bahwa pengurus Lembaga Adat adalah utusan-utusan suku yang  ditunjuk oleh Kepala Suku-nya masing-masing, maka para Kepala Suku harus memiliki keberanian untuk mengusulkan perempuan dari sukunya untuk duduk dalam lembaga administratif Lembaga Adat.