"Munculnya Perguruan Tinggi Badan Hukum sebagaimana yang diatur dalam UU Dikti, menciptakan paradoks rasionalitas yang secara nalar hukum menimbulkan contradictio in terminis"
Sidang Uji Materi (Judicial Review) terhadap UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti), yang diajukan oleh Komite Nasional Pendidikan Tinggi (KNP) kembali di gelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (30/5/2013).
Dalam sidang tersebut, KNP menghadirkan keterangan ahli, yaitu Prof. Dr. Henry Alexis Rudolf (HAR) Tilaar sebagai ahli pendidikan, dan Dr. Dian Puji Simatupang sebagai ahli hukum.
Dalam keterangannya, Tilaar secara tegas menyatakan pengelolaan pendidikan tinggi dalam UU Dikti, berimplikasi tersingkirnya mahasiswa dari keluarga miskin, sehingga UU ini tidak sesuai dengan jiwa UUD 1945.
Tilaar, yang juga pengagum berat Ibu Teresa, mengangkat fakta bahwa Indonesia masih merupakan negara berkembang dengan tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi.
Karena itu, menurutnya, perlu ada kesempatan yang seluas-luasnya pada semua warga negara untuk mengembangkan bakatnya. Apalagi, Pendidikan Tinggi merupakan investasi karena mempunyai “rate of returns” yang cukup besar sebagai modal kultural, dan modal sosial ekonomi.
Sementara, ahli hukum Dian Puji Simatupang menyatakan, munculnya Perguruan Tinggi Badan Hukum sebagaimana yang diatur dalam UU Dikti, menciptakan paradoks rasionalitas yang secara nalar hukum menimbulkan contradictio in terminis.
Pasalnya, pemerintah memberikan penugasan kepada PTN badan hukum untuk menyelenggarakan fungsi pendidikan tinggi yang terjangkau oleh masyarakat. Padahal, sejatinya sebuah badan hukum mempunyai kepentingan sendiri karena mempunyai kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan negara.
Fot0: hidupkatolik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar