Selasa, 30 September 2014
Ata Lewoloba (1928)
Senin, 29 September 2014
DOB Adonara Tinggal Mimpi?
Senin, 15 September 2014
Kame Ata Lewoloba: Sebuah Protes Atas Dominasi Sebutan Oka
Penari Adat Soka Roja Lewoloba |
Persoalan identitas menjadi ambigu ketika terdapat dua nama dipakai untuk menyebut identitas sesuatu/seseorang. Nama itu mungkin lazim didengar karena pertimbangan "kebiasaan" dan "kenyamanan", misalnya "Saya biasa/nyaman memanggilnya Dom, padahal nama orang itu Domi." Ketika "Dom" menjadi lebih populer ketimbang "Domi", maka akan muncul sebuah anggapan bahwa yang benar adalah Dom, bukan Domi. Ilustrasi singkat ini sedikit banyak menggambarkan krisis identitas yang dialami masyarakat Lewoloba atas dominasi kata Oka yang telah populer penggunaannya di tengah kalangan masyarakat Kota Larantuka. Sialnya, orang Lewoloba pun terkondisi untuk memperkenalkan dirinya sebagai Orang Oka, dan bukan Orang Lewoloba.
Hegemoni nama Oka di satu sisi, dan diskriminasi nama Lewoloba di sisi lain, kian memprihatinkan. Sejumlah tempat publik lebih memilih nama lain ketimbang Lewoloba. Sebut saja, SMP Negeri 02 "Larantuka", SMK Lamaholot Mandiri "Larantuka", Puskesmas "Oka", Pasar "Oka", semuanya berada di Desa Lewoloba tetapi tidak diberi label Lewoloba. Lantas, apa istimewanya nama Lewoloba ketimbang nama-nama lain itu?
Lewoloba adalah nama identitas yang kaya akan muatan sosial budaya. Nama Lewoloba diambil dari nama kata bahasa Lamaholot, yaitu Lewo (Kampung), dan Loba (Sirih Pinang). Penamaan Lewoloba bermula dari pendirian Kampung Lewoloba setelah berpindah dari tempat yang bernama Suban Tupi Wato, di kaki Gunung Ile Mandiri. Ketika dibuat acara adat pendirian Lewo, banyak orang menjadi mabuk setelah makan Loba. Dengan demikian, nama Lewo itu menjadi Lewoloba. "Opah" atau istilah khas Lewoloba adalah "Loba Lama Dike, Tanah Weki Lama Doro". Orang Lewoloba adalah keturunan langsung dari Putera sulung Lia Nurat (penghuni awal Ile Mandiri), bernama Belawa Burak. Belawa Burak beristerikan Nini Daja. Belawa Burak sendiri meninggal dunia di Waiburak, Adonara, dalam sebuah pertempuran antara Paji dan Demon. Ketika itu, Belawa Burak meninggalkan isterinya dalam keadaan hamil tua.
Setelah sekian lama mendiami kampung Lewoloba, orang Lewoloba berpindah ke lokasi barunya di sekitar Teluk Oka setelah sebagian besar wilayah kampung Lewoloba luluh lantak akibat Banjir Besar pada Tahun 1979. Sebagian wilayah ini adalah bekas kebun orang Lewoloba. Menurut penuturan tetua Lewoloba, tanah pesisir pantai Oka semulanya adalah milik Suku Fernandez Aikoli. Tetapi oleh karena ada anak sukunya yang menikahi gadis Lewoloba dari Suku Hurint Amaweruin, maka kekuasaan atas tanah di pesisir pantai dilepas sebagai ganti atas mas kawin yang mahal.
Sebenarnya, sebelum banjir 1979, telah terdapat sekitar 10 kepala keluarga yang mendiami lokasi Desa Lewoloba sekarang, yang ketika itu dinamakan sebagai "Pemukiman". Mereka menjadi korban terparah banjir 1979.
Setelah banjir, sebagian orang Lewoloba berpindah ke pemukiman baru yang bernama Bokang (sekarang bernama Desa Bokang Wolomatan). Tetua Lewoloba membuat "Kepasa" (cara penentuan lokasi secara tradisional), dan menetapkan lokasi Desa Lewoloba yang sekarang sebagai lokasi tempat tinggal barunya. Secara definitif, lokasi baru ini ditempati pada tahun 1982. Ketika itu, sejumlah tetua Lewoloba, antara lain Bapak Dominikus Duran Kelen dan Bapak Homo Doren mempertahankan penggunaan nama Lewoloba di lokasi baru, dan memilih untuk bertahan di pemukiman Lewoloba ketimbang harus dipindahkan ke pemukiman Bokang.
Nama Oka memang sudah lama digunakan. Tetapi nama itu tidak lebih dari nama sebuah teluk yang tidak merepresentasikan identitas sebuah budaya. Sebagian besar wilayah Oka saat ini adalah wilayah Desa Lewoloba. Sebagian kecil di sebelah Timur adalah wilayah Desa Lamawalang, dan sebagian kecil di sebelah Barat adalah wilayah Desa Wailolong. Sebutan Orang Oka kerapkali digunakan oleh masyarakat Lewoloba yang berdiam di pesisir Pantai Teluk Oka. Tetapi itu hanya dipergunakan dalam ruang lingkup Lewoloba saja, karena ketika berhubungan ke luar desa, identitas Lewoloba dipergunakan.
Entah mengapa, nama Oka menjadi sangat populer di kalangan orang yang tinggal di Kota Larantuka. Padahal nama Oka semata-mata hanya nama sebuah teluk. Orang yang tinggal di lokasi ini adalah orang Lewoloba. Sungguh tak mengenakkan bagi orang Lewoloba jika disebut sebagai orang Oka, karena mereduksi kekayaan sosio kultural Lewoloba ke dalam nama sebuah teluk. Hal inilah yang mendorong penulis untuk memperbanyak entry "Lewoloba" di internet.
Jumat, 12 September 2014
Pesona Pulau Solor Yang Memukau
Pelabuhan Podor, Solor Selatan |
Jalan Menuju Kelelu |
Jalan Menuju Lamawohong |
Dasyat!! Sungguh dasyat, perjalanan menuju Lamawohong sangat melelahkan. Mayoritas jalannya telah rusak dan berdebu sehingga sebaiknya kita mengenakan masker. Dari Podor, kami menelusuri jalan di pantai selatan menuju ke Solor Barat. Pantai berpasir putih Kelike dan Lemanu sungguh memanjakan mata. Hamparan karang nan indah memehuni pantai di sepanjang perjalanan kami.
Suasana tenang di Pantai Lamawohong |
Di persimpangan Kelelu - Ritaebang, perjalanan kami tampak mulus, karena jalanannya sudah beraspal dan jarang ditemukan jalan berlobang yang terdapat di sebagian besar daerah lain di Pulau Solor. Tiba di Kelelu, terdapat sebuah Pusat Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang memasok listrik untuk beberapa desa di sekitarnya. Menurut informasi yang disampaikan masyarakat, PLTS ini adalah hasil perjuangan Bpk. Pius Lusrilanang, salah satu anggota DPR RI yang membawahi bidang kelistrikan. Tiba di persimpangan Kelelu-Lamawohong, jalan kembali berdebu. Tetapi kondisi ini telah jauh lebih baik dari tahun lalu ketika saya mengunjungi keluarga di Lamawohong. Telah ada pengerasan jalan, dan pembukaan jalan baru dari Lamawohong menuju ke Lewo Tanah Ole sejauh 8 km.
Pantai Lamawohong |
Dan tibalah kami di desa tujuan, Desa Lamawalang atau akrab disapa dengan Lamawohong. Baru duduk kurang dari 15 menit di rumah Bpk. Martinus Gelega Werang, kami telah disuguhkan satu teko tuak putih untuk menghangatkan badan dan tambo ayam kampung. Kami bersenda gurau menceritakan perjalanan jauh dan melelahkan. Tetapi keramahtamahan warga desa seakan menepis kelelahan tersebut. Untuk diketahui, hampir setiap rumah di Desa Lamawalang, Lamawohong memiliki rumah produksi arak lokal. Hal ini membuat Lamawohong mendapatkan julukan sebagai "dealer tuak / arak". Mayoritas masyarakat di sini bekerja sebagai petani dan nelayan.
PLTS Kelelu |
Ketika tiba giliran melihat keindahan Pantai Lamawohong, kami merasa takjub akan keindahan pantainya. Konon, lima tahun yang lalu pantai ini jauh lebih indah dari keadannnya saat ini. Dari Pantai Lamawohong, kita dapat melihat lautan lepas ke arah Laut Sawu. Lautnya yang tenang menjadikannya sebagai daerah dengan banyak jenis ikan yang hidup di dalam lautnya. Sayang sekali, sejumlah nelayan dari Lamakera dan Menanga masih melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak. Tentu saja hal ini dapat menghancurkan terumbu karang, yang pada gilirannya akan turut menghancurkan juga biota laut yang ada.
PLTS Kelelu |
Setelah melewatkan dua hari di Lamawohong, kami pun bergerak pulang ke Larantuka. Kami hendak menempuh jalur perjalanan yang berbeda dengan sebelumnya, yaitu melalui jalan trans Ritaebang - Pamakayo. Jalanannya jauh lebih baik, dengan sedikit jalan berlobang dan kurang berdebu. Durasi perjalanan pun singkat, hanya ditempuh dalam waktu 30 menit. Setibanya di Pamakayo, kami langsung bergegas menuju ke pelabuhannya. Tak lupa sebelum naik kapal, kami berfoto ria dengan berlatarbelakang teluk Pamakayo yang indah.
Pelabuhan Pamakayo |
Jika Anda tertarik mengunjungi Solor, datang, lihat, dan nikmatilah keindahannya.
Teluk Pamakayo |
Sabtu, 07 Juni 2014
UPK Gerbang Emas Lewoloba Adakan Rapat Evaluasi Pertama
Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Gerakan Membangun Ekonomi Masyarakat (Gerbang Emas) Desa Lewoloba melaksanakan Rapat Evaluasi Kegiatan Program Gerbang Emas untuk Triwulan I dan II. Rapat ini dilaksanakan di Balai Desa Lewoloba pada tanggal 6 Juni 2014. Rapat ini dihadiri oleh Camat Ile Mandiri, Kepala Desa Lewoloba, Ketua BPD Lewoloba, Ketua Kelompok penerima manfaat program dana Gerbang Emas dan anggota-anggotanya.
Dalam kata sambutannya Kepala Desa Lewoloba mengatakan bahwa dana yang diterima harus dimanfaatkan utk pengembangan ekonomi di sektor ril yang ditunjukkan dengan adanya usaha yang dilakukan. Selain itu Bapak Kepala Desa pun menyampaikan bahwa evaluasi ini tidak dimaksudkan untuk menyalahkan Pihak-pihak tertentu.
Dalam Rapat ini, Ketua BPD Lewoloba, Matheus Belang, menjelaskan bahwa di dalam Ranperdes Gerbang Emas diatur secara khusus tentang Badan Pengawas, tetapi pada saat asistensi di kabupaten, keberadaan badan pengawas dihilangkan. Keberadaan badan pengawas dapat diakomodir lagi di dalam perubahan Perdes, apabila pamanfaatan dana Gerbang Emas tidak sesuai dengan peruntukkannya. Selain itu, Ketua BPD pun mengeluhkan ketiadaan dana awal yang dimiliki oleh BPD sejak pelantikannya. Keluhan ini pun direspon dengan kesepakatan untuk melakukan pencairan 7% porsi untuk BPD Lewoloba dari 1% dana Gerbang Emas per bulan. Terkait hal ini akan dibahas bersama antara UPK, Pemerintah Desa, dan BPD dalam rapat perubahan Perdes Gerbang Emas.
Selain evaluasi kegiatan, Rapat ini mengehasilkan kesepakatan untuk membuka rekening guliran yang pengelolaannya diserahkan kepada UPK atas rekomendasi Kepala Desa. Forum rapat pun menyepakati bahwa Rapat Evaluasi dan Verifikasi proposal akan dilakukan setiap tiga bulan dan hasilnya akan disampaikan kepada Tim Verifikasi Kcamatan dan Tim Verifikasi Kabupaten.
Dalam kesempatan itu, Sekretaris Desa Lewoloba, Lukas Laba Kelen mengingatkan agar setiap kelompok penerima diharapkan untuk dapat membenahi administrasi pemanfaatan dana Gerbang Emas. Rapat pun ditutup dengan santap siang bersama.
Dilaporkan oleh:
NIKOLAUS DEKA DOREN, SS.MH.
Posted via Blogaway
Minggu, 06 April 2014
Kurator Ditangkap, Bahayakan Profesi Kurator Laporan pidana justru dilakukan oleh debitor.
Belum usai kisah Ali Sumali Nugroho, seorang kurator yang dilaporkan ke polisi, kini kasus kriminalisasi profesi kurator kembali terjadi. Jumat malam (4/4), Kepolisian Jawa Timur menangkap kurator asal Jakarta, Jandri Onasis Siadari.
Jika Ali Sumali dilaporkan oleh salah satu pemegang saham minoritas Kymco, PT Metropolitan Tirtaperdana (MTP), Jandri justru dilaporkan oleh debitornya sendiri, PT Tbk Surabaya Agung Industri & Pulp (SAIP). Laporan ini dinilai aneh oleh kubu Jandri karnea dia dianggap telah menjalankan tugasnya sesuai prosedur hukum kepailitan.
“Patut diduga dan sangat disayangkan upaya kriminalisasi terhadap kurator yang sedang melaksanakan tugasnya justru didasarkan atas laporan debitur sendiri,” tulis kuasa hukum Jandri, Sahroni dalam rilis media yang diterima hukumonline, Sabtu (5/4).
Dasar laporan pidana SAIP terhadap eks kuratornya ini adalah dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan memberikan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 263 dan Pasal 266 KUHP. Pemalsuan dokumen dan keterangan palsu dalam Akta Otentik yang dimaksud debitor adalah berupa surat Tim Pengurus kepada Hakim Pengawas No. 50.01/PKPU-SAIP/JP-JOS/IV/13 tertanggal 15 April 2013 perihal “Laporan Hasil Pemungutan Suara (Voting) Terhadap Usulan Perpanjangan PKPU dan Usulan Rencana Perdamaian SAIP.
Sahroni menegaskan bahwa tidak ada satu hal pun yang dipalsukan karena laporan disusun berdasarkan fakta-fakta yang ada pada saat verifikasi utang di pengadilan dan di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Lebih lagi, saat pelaksanaan rapat-rapat kreditur, rapat verifikasi, dan pemungutan suara (voting) selalu dipimpin oleh hakim pengawas. Bahkan, daftar kreditur pun ikut ditandatangani hakim pengawas.
“Kalau daftar ini diangap palsu, tentunya hakim pengawas juga ikut dijadikan tersangka,” lanjut Sahroni.
Pelaporan para eks kurator oleh debitornya sendiri ini dinilai tidak rasional. Alasan laporan pada dasarnya karena eks kurator menolak menerima tagihan-tagihan yang diajukan oleh para kreditor SAIP sejumlah Rp4,2 triliun dari 7 kreditor, yaitu ZT Holding Pte Ltd, PT Istana Belanja, PT Pardika Anarawata, PT Surya Indoalgas, PT. Andover E- Pulp Paper Indonesia, Asia Capital Management Ltd, dan Orientalsky Corporation Pte. Ltd.
Tindakan ini cukup aneh di mata Sahroni. Sebab, Jandri menolak tagihan karena para kreditor sama sekali tidak dapat menunjukkan dokumen dan bukti tagihan dan eks kurator ini telah menjalankan prosedur PKPU dan Kepailitan sesuai dengan undang-undang. Keanehan lain adalah jika tagihan kreditor ditolak, seharusnya debitor merasa diuntungkan karena tagihannya menjadi berkurang. Justru bukan sebaliknya menjadi pelapor atas pengurangan tagihan ini.
Lebih lanjut, Sahroni menyatakan seandainya ada pihak yang tidak terima dengan penolakan tagihan tersebut, pihak yang paling tepat untuk membuat laporan pidana adalah para kreditor yang dirugikan itu sendiri. Namun, para kreditor tersebut sama sekali tidak melapor.
“Menjadi tanda tanya besar disini, apa kepentingan debitur untuk ngotot mendesak pengurus atau kurator agar mencatatkan jumlah utang yang sedemikian besar,” cecar Sahroni lagi.
Hebohkan Dunia Kurator
Penangkapan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap Jandri Siadari ini rupanya cukup menghebohkan dunia kurator. Hingga Jamaslin James Purba, Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) angkat bicara.
“Kayak teroris saja,” tutur James ketika dihubungi hukumonline, Minggu (6/4).
Kemarahan James atas penangkapan ini bukan tanpa alasan. James melihat kasus ini sangat membahayakan profesi kurator. Pasalnya, kurator dapat dipidana sekalipun tidak ada unsur tindak pidana di dalamnya. “Ini sangat membahayakan profesi kurator,” ujarnya.
Orang nomor satu di AKPI ini menilai memang tidak ada tindak pidana yang dilakukan Jandri sebagaimana yang menjadi dasar laporan debitor. Dokumen yang dibuat Jandri adalah suatu hal yang memang wajib dilakukan oleh seorang kurator ketika menjalankan tanggung jawabnya, terlebih lagi pembuatan dokumen tersebut telah sesuai dengan prosedur hukum kepailitan dan ditandatangani oleh hakim pengawas. Terkait dengan perselihan tagihan kreditur, James mengatakan upaya hukum yang paling pantas dilakukan adalah melakukan renvoi ke Majelis Hakim. Sebab, perselisihan ini masuk kategori perdata, bukan pidana.
“Ini kan lucu jika mempidanakan kurator karena laporan tersebut. Kan ada renvoi. Nggak etis jika menggunakan tangan-tangan polisi untuk maksud tertentu,” lanjutnya.
James juga mengingatkan agar polisi tidak dengan mudahnya menggunakan kewenangan yang dimilikinya untuk menangkap dan menahan seseorang. Penyidik harus memiliki alasan yang cukup untuk menahan seseorang sebagaimana diatur dalam hukum acara, seperti menghilangkan barang bukti dan melarikan diri.
“Jangan dengan mudahnya menahan seseorang,” tandasnya.
Sekretaris Jenderal AKPI, Imran Nating menambahkan upaya penangkapan polisi terhadap seorang kurator memang mengancam profesi kurator. Menurut Imran, banyak polisi yang belum mengetahui standar kerja sebuah profesi kurator. Para penyidik hanya mengetahui secara umum.
“Apesnya kalau mereka (penyidik, red) hanya membacanya dari kacamata KUHP saja,” tutur Imran ketika dihubungi hukumonline, Minggu (6/4).
Untuk itu, Imran meminta agar para penyidik mau memanggil ahli dari organisasi profesi terlebih dahulu ketika membuat Berita Acara Penyidikan terhadap kurator tersebut. Tujuannya adalah agar penyidik memiliki pemahaman yang utuh dalam melakukan pemeriksaan. Sebab, orang yang mengetahui banyak tentang suatu profesi adalah pelaku dari profesi itu sendiri. Melengkapi keterangan, polisi dapat memanggil ahli akademisi demi mendapatkan teori yang lengkap tentang kepailitan.
“Jangan main asal tangkap karena kurator bukan teroris,” pungkasnya.
Sabtu, 11 Januari 2014
Jalan-Jalan Sore Ini
posted from Bloggeroid