Kamis, 07 April 2016

Puji Tuhan, Keberadaan Babinkantibmas POLRI Sangat Membantu Desa

Nick Doren - Lewoloba

Kebijakan POLRI untuk menempatkan personilnya di Desa sungguh membawa dampak yang baik terhadap kondisi Trantib di Desa. Kebijakan ini semakin mendekatkan Polisi dengan masyarakat. Personil kepolisian yang ditempatkan di Desa adalah personil yang berasal dari daerah setempat, yang notabene telah mengenal lingkungan dan masyarakat setempat. Personil yang berkepribadian baik, profesional dan bersikap inklusif turut membentuk image kepolisian yang baik di tengah masyarakat. Memang ada beberapa personil kepolisian di lingkungan Polres Flores Timur yang dipandang kurang beretika oleh masyarakat, misalnya terlibat dalam perjudian dan miras, tetapi hal ini tidak memperburuk image kepolisian secara keseluruhan.

Kecamatan Ile Mandiri patut bersyukur karena mendapatkan jatah 1 (satu) personil POLRI per Desa. Padahal jika dilihat di kecamatan lain, rata-rata satu personil POLRI menjadi Babin untuk bebetapa Desa. Sejauh pengamatan masyarakat di wilayah Kecamatan Ile Mandiri, personil kepolisian yang ditempatkan di Desa adalah personil yang berkualitas dan handal. Misalnya, dalam beberapa kasus di Desa Lewoloba, Briptu Ansil Letor terlebih dahulu mengedepankan mediasi dan pendekatan kekeluargaan terhadap oknum-oknum bermasalah di Desa. Terhadap pelanggaran pidana berat tentu saja hal ini tidak dapat ditolerir atau hanya diselesaikan pada tingkat pendekatan kekeluargaan saja. Salah satu kasus yang ditandatangani adalah tersendatnya kredit program dana guliran Gerbang Emas. Briptu Ansil Letor bersama beberapa Perangkat Desa mendekati masyarakat, mengkomunikasikan masalah yang dialami dan memberikan solusi praktis atas masalah tersebut. Langkah-langkah yang ditempuh Briptu Ansil memberikan image yang baik bagi Kepolisian. Masyarakat tetap berharap agar POLRI tetap mempertahankan kualitas pelayanannya dan semakin mendekatkan diri dengan masyarakat.

Rabu, 30 Maret 2016

Perlukah Memasukan Perempuan Dalam Struktur Lembaga Adat ?

Gelekat Lewotanah _ Nick Doren
Perempuan Lewoloba
Lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan harapan baru bagi Desa untuk melakukan perubahan-perubahan fundamental pada sendi-sendi kehidupannya, termasuk kehidupan Adat Istiadatnya. Dalam rangka pemberdayaan, pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai-nilai budaya serta kebiasaan masyarakat dipandang perlu untuk dibentuk Lembaga Adat di Desa. Lembaga Adat merupakan wadah penyaluran aspirasi masyarakat dalam rangka penguatan nilai-nilai budaya dan peradaban di Desa.

Badan Permusyawaratan Desa Lewoloba sebagai salah satu lembaga pemerintahan di Desa merespons hal ini dengan merumuskan Ranperdes Lembaga Adat. Tahap pembahasan Ranperdes Lembaga Adat Desa Lewoloba telah dimulai sejak Januari 2016 dan hingga saat ini masih dalam proses pembahasan. Setelah BPD dan Pemerintah Desa Lewoloba melakukan Uji Petik Ranperdes Lembaga Adat di setiap Dusun, BPD mengadakan Rapat Kerja bersama Pemerintah Desa untuk mendengarkan masukan masyarakat dalam rangka penyempurnaan Ranperdes Lembaga Adat. Dari masukan masyarakat yang ada, terdapat satu isu yang urgen untuk diambil langkah selanjutnya, yaitu mengenai keterlibatan kaum perempuan dalam Struktur Lembaga Adat. Anggota BPD dari utusan adat, Bpk. Paulus Gatu Koten, mengingatkan forum, bahwa dalam sejarah adat Lewoloba kaum perempuan tidak pernah terlibat sebagai pelaksana teknis urusan adat, khususnya ritual adat dalam lingkungan Korke / Rumah Adat. Selanjutnya diusulkan agar perempuan tidak dimasukan dalam Struktur Lembaga Adat. 

Pikiran berbeda datang dari anggota BPD lain yang mengusulkan kepada forum agar merespon permintaan masyarakat untuk melibatkan kaum perempuan dalam Struktur Lembaga Adat. Patut diingat bahwa Lembaga Adat adalah lembaga administratif yang mengatur dan mengurus hal-hal teknis demi lancarnya urusan-urusan adat di Desa. Pengurus Lembaga Adat bukan pelaksana langsung ritual adat karena ritual adat merupakan tanggung jawab masing-masing suku berdasarkan perannya masing-masing, yaitu Koten, Kelen, Hurint, Maran. Dalam sejarahnya, memang kaum perempuan Lewoloba tidak pernah dilibatkan dalam ritual adat, tetapi bukan berarti bahwa kaum perempuan tidak dapat dilibatkan dalam proses teknis dan administrasi untuk memperlancar urusan adat. Terdapat banyak perempuan Lewoloba yang berkepribadian baik, cerdas dan berintegritas tinggi yang dapat dilibatkan dalam urusan adat selain ritual adat di seputar Korke.

Pembahasan Ranperdes Lembaga Adat memang sedang berjalan, tetapi tetap harus dipikirkan agar kaum perempuan dilibatkan dalam Struktur Lembaga Adat. Selaras dengan pengaturan dalam Ranperdes bahwa pengurus Lembaga Adat adalah utusan-utusan suku yang  ditunjuk oleh Kepala Suku-nya masing-masing, maka para Kepala Suku harus memiliki keberanian untuk mengusulkan perempuan dari sukunya untuk duduk dalam lembaga administratif Lembaga Adat.