Tenaga Kesehatan pada RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka ketika memperjuangkan nasibnya |
1.1. Latar Belakang
Peristiwa
Pada
tanggal 03 Maret Tahun 2020, publik Flores Timur dihebohkan dengan aksi 70-an
Tenaga Kesehatan RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka yang mogok kerja demi
memperjuangkan besaran honorariumnya yang akan diturunkan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Flores Timur. Mereka dengan tegas menolak rencana Pemerintah
Daerah untuk menurunkan besaran honorariumnya dari Rp. 1.800.000,00 (untuk
tenaga kesehatan berijazah S1/sederajat) dan Rp.1.600.000,00 (untuk tenaga
kesehatan berijazah D-III) ke Rp. 1.150.000,00 (Tenaga Pendukung Teknis
Perkantoran). Mereka kemudian mendatangi gedung DPRD Kabupaten Flores Timur
untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Pada
tanggal 04 Maret 2020, Komisi C DPRD Kabupaten Flores Timur menggelar rapat
kerja dengan Pihak terkait dari unsur Pemerintah Daerah bersama tenaga
kesehatan RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka. DPRD Kabupaten Flores Timur
berdiri sebagai Pihak yang memperjuangkan nasib tenaga kesehatan tersebut agar
honorariumnya tidak diturunkan. Mereka berharap agar Pemerintah Daerah tetap
berpegang pada Kontrak yang telah disepakati bersama pada tanggal 25 Januari
2020 (antara Direktur RSUD dan Tenaga Kesehatan), Permenkes Nomor 1199/MENKES/PER/X/2004
tentang Pedoman Pengadaan Tenaga Kesehatan dengan Perjanjian Kerja di Sarana
Kesehatan Milik Pemerintah, Perda APBD
Kabupaten Flores Timur Tahun 2020 dan Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 25
Tahun 2019 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2020 (ditetapkan tanggal 20
Juni 2019).
Pihak
Pemerintah Daerah Kabupaten Flores Timur yang diwakili Sekretaris Daerah yang
didampingi Kabag Hukum, Kepala Dinas Kesehatan, Direktur RSUD dan Kepala Tata
Usaha RSUD berupaya menjelaskan bahwa perlu dilakukan penyesuaian standar biaya
pada nomenklatur belanja Tenaga Pendukung Teknis Perkantoran. Sejak
pemberlakukan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan peraturan
turunannya, pengangkatan tenaga kontrak / honorer sudah dilarang, dengan
demikian tidak dibenarkan alokasi anggaran untuk membiayai tenaga kontrak /
honorer. Kendatipun demikian, UU Pemerintahan Daerah memberi ruang bagi perekrutan
Tenaga Pendukung Teknis Perkantoran untuk menjawab kebutuhan teknis di tingkat
Perangkat Daerah yang besaran honorariumnya disesuaikan dengan kekuatan
keuangan daerah. Beragamnya standar biaya pada satu nomenklatur belanja, yaitu
Tenaga Pendukung Teknis Perkantoran menjadi salah satu temuan BPK RI Perwakilan
NTT berdasarkan hasil audit terhadap keuangan Pemda Flores Timur pada Tahun
2019. Menindaklanjuti temuan ini, Bupati Flores Timur kemudian mengeluarkan
Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 64 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas
Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 25 Tahun 2019 tentang Standar Biaya Tahun
2020, yang pada lampirannya telah menyeragamkan standar biaya Tenaga Pendukung
Teknis Perkantoran (termasuk yang bekerja di RSUD) menjadi Rp. 1.150.000,00. Pemerintah
berharap semua pihak dapat menerima Keputusan Bupati ini.
Pada
tanggal 09 Maret 2020, Bupati Flores Timur mempersilakan tenaga Pendukung
Teknis Perkantoran pada RSUD dr. Hendrikus Fernandez untuk memperbaharui kontraknya dengan
Direktur RSUD. Bupati menghargai pilihan Tenaga Pendukung Teknis Perkantoran
sekiranya ada dari antara mereka yang memilih untuk tidak memperbaharui
kontraknya. Setelah melewati perdebatan panjang, seluruh Tenaga Pendukung
Teknis Perkantoran tersebut memperbaharui kontraknya dengan Direktur RSUD pada
tanggal 10 Maret 2020 dengan standar honorarium yang telah disesuaikan dengan
Perbup Nomor 64 Tahun 2020. Sekalipun kontrak baru telah disepakati bersama,
peristiwa ini masih menjadi perdebatan di tengah masyarakat yang menarik untuk
ditelaah dari berbagai aspek hukum yang relevan.
1.2. Kasus Penurunan Standar
Biaya Honorarium Tenaga Pendukung Teknis Perkantoran dari Perspektif Hukum
Salah
satu aspek yang menjadi perdebatan publik terkait kasus penurunan Standar Biaya
Honorarium Tenaga Pendukung Teknis Perkantoran dari unsur tenaga kesehatan pada
RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka (RSUD – DHFL) adalah status mereka dari
sisi anggaran. Berdasarkan Pasal 1 ayat
1 UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Tenaga Kesehatan adalah “setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan / atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan.” Tak dipungkiri bahwa yang melakukan aksi
mogok kerja pada RSUD DHFL tanggal 3 Maret 2020 lalu adalah tenaga kesehatan
yang selama ini melaksanakan tindakan medis berdasarkan kualifikasi dan
kompetensinya dan yang dibayar dari Anggaran Belanja Langsung, Program
Peningkatan Pelayanan Administrasi Perkantoran, Kegiatan Penyediaan Jasa Tenaga
Pendukung Teknis Perkantoran. Lantas
apakah dibenarkan tenaga kesehatan ini dibayar berdasarkan standar umum Tenaga Pendukung
Teknis Perkantoran?
Standar
Gaji, Tunjangan dan Insentif Tenaga Kesehatan dengan Perjanjian Kerja telah
diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1199/MENKES/PER/X/2004 tentang Pedoman Pengadaan Tenaga Kesehatan dengan
Perjanjian Kerja di Sarana Kesehatan Milik Pemerintah. Pada lampiran II
Permenkes ini yang mengatur soal Model Penyusunan Struktur Gaji Tenaga Kesehatan
dengan Perjanjian Kerja, bahwa kriteria dalam penyusunan gaji / upah terdiri
dari :
1.
Gaji / upah harus berkelayakan dalam
arti penghasilan yang diterima mampu memenuhi kebutuhan hidup;
2.
Gaji upah harus berkeadilan dalam arti
penghasilan yang diterima sesuai dengan produk / jasa yang telah diberikan. Sedang
produk seorang tenaga kesehatan ditentukan oleh tingkat pendidikannya,
pengalaman kerjanya, tanggungjawab dan risiko pekerjaannya.
Peraturan
Bupati Flores Timur Nomor 25 Tahun 2019 tentang Standar Biaya Tahun 2020 telah
mengakomodir sebagian point 2 lampiran II Permenkes di atas, yaitu pengaturan
standar biaya honorarium Tenaga Pendukung Teknis Perkantoran RSUD DHFL
berdasarkan tingkat pendidikan. Sekalipun demikian sebagian pihak menganggap
besaran honorarium tersebut masih belum memenuhi standar hidup layak dan berada
di bawah standar Upah Minimum Propinsi (UMP)
sebesar Rp.1.950.000,00 berdasarkan SK Gubernur NTT Nomor 367 tanggal 01 November
2019. Kondisi ini tentu dirasa semakin berat terlebih ketika standar
honorariumnya diturunkan menjadi Rp.1.150.000,00 melalui Peraturan Bupati
Flores Timur Nomor 64 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Flores
Timur Nomor 25 Tahun 2019 tentang Standar Biaya Tahun 2020. Melalui Perbup
64/2019, Pemerintah Daerah menetapkan angka tunggal yang telah disesuaikan
dengan kekuatan keuangan daerah untuk membiayai sekitar 3.800 Tenaga Pendukung
Teknis Perkantoran yang ada di Kabupaten Flores Timur.
Sekalipun
Permenkes RI 1199/MENKES/PER/X/2004 telah mengatur secara khusus standar gaji, tunjangan
dan insentif tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja, peraturan ini tidak lagi
memiliki kekuatan mengikat bagi Pemerintah Daerah. Undang-undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor
43 Tahun 1999 yang dijadikan acuan penyusunan Permenkes ini telah dicabut dengan
UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Lebih lanjut, Pasal 96 Peraturan
Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja dengan tegas telah
melarang Pemerintah Daerah (PPK) untuk mengangkat Tenaga Kontrak / Tenaga
Honorer (non PNS / non PPPK) untuk mengisi jabatan ASN. Status kepegawaian pada
instansi pemerintah hanya dua, yaitu Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Sebelumnya pada Tahun 2013, Menteri Dalam
Negeri telah mengeluarkan Surat Edaran Mendagri Nomor 814.1/169/SJ Tahun 2013
perihal Penegasan Larangan Pengangkatan Tenaga Honorer yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati /
Walikota di seluruh Indonesia.
Kendatipun
adanya larangan perekrutan Tenaga Kontrak / Tenaga Honorer, UU Pemerintahan
Daerah memberikan ruang bagi Pemerintahan Daerah untuk merekrut dan membiayai Tenaga
Pendukung Teknis Perkantoran untuk menjawab kebutuhan teknis di tingkat
Perangkat Daerah. Dengan demikian, secara teknis penganggaran, satu-satunya
nomenklatur yang memungkinkan pembiayaan honorarium Tenaga Kesehatan pada RSUD
dr. Hendrikus Fernandez Larantuka adalah Tenaga Pendukung Teknis Perkantoran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar