Senin, 06 Agustus 2012

Romli: MoU Lemahkan UU KPK

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Romli Atmasasmita menilai, permasalahan utama polemik "perebutan" kewenangan penanganan perkara dugaan korupsi di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri ada pada nota kesepahaman (MoU) antar tiga institusi penegak hukum.
"Masalahnya justru MoU itu melemahkan Undang-Undang KPK (Nomor 30/2002 )," kata Romli seusai dimintai pandangan oleh Polri di Divisi Hukum di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (6/8/2012).
Selain Romli, Polri juga meminta pandangan pakar hukum tata negara Yusril Izha Mahendra. Hadir dalam pertemuan itu Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Sutarman dan dua pengacara tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo, yakni Hotma Sitompul dan Juniver Girsang.
Romli menjelaskan, dalam MoU itu juga diatur mengenai supervisi antar penegak hukum. Padahal, di dalam Pasal 6 b dan Pasal 8 ayat 1,2,3, dan 4 UU KPK sudah diatur mengenai supervisi. Pasal 8 ayat 1 disebutkan "dalam melaksanakan tugas supervisi, KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik."
Ayat 2 dinyatakan, "KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian atau Kejaksaan." Adapun Ayat 3, "Kepolisian atau Kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara serta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan KPK."
Menurut Romli, jika mengacu pasal itu maka KPK seharusnya lebih berwenang dalam melakukan supervisi. "Dengan MoU itu malah supervisinya hilang. Jadi selevel lah (dengan Kepolisian dan Kejaksaan)," kata dia.
Selain itu, tambah Romli, di MoU ada pengaturan pengendalian bersama dalam pemberantasan korupsi. Hal itu tidak diatur dalam UU KPK. Masalah lain, lanjut dia, di MoU diatur batas waktu penyerahan tersangka dan seluruh berkas perkara paling lama 3 bulan. Adapun di UU KPK hanya 14 hari.
Permasalahan saat ini, tambah Romli, bukan lebih tinggi mana kedudukannya antara MoU dengan UU KPK. Permasalahannya, MoU itu ditandatangani oleh Ketua KPK Abraham Samad. MoU juga ditandatangani oleh Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo dan Jaksa Agung Basrief Arief.
Dengan demikian, kata dia, KPK tidak bisa mengabaikan MoU. Pertaruhannya adalah integritas pimpinan KPK. "KPK kan lembaga superbody. Pimpinan harus berintegritas, akuntabilitas. Kalau dia bilang MoU enggak berlaku buat saya, integritas dia dimana? Kalau dicabut MoU itu, loh dia waktu tandatangan baca apa enggak? Ini persoalan serius. Makanya siapa yang nyusun MoU itu kok jadi begini," ucap Romli.
Jika melihat dari sisi hukum, lanjut dia, MoU itu sama dengan perjanjian. "Perjanjian itu sama mengikatnya seperti Undang-Undang. Kalau seseorang tidak melaksanakan suatu perjanjian salah satu di pasal itu, berarti dia wanprestasti melanggar UU. Jadi solusinya duduk bersama lagi membahas kembali MoU yang diselaraskan dengan UU KPK," pungkas Romli.
Editor :
Heru Margianto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar