POS KUPANG.COM, LARANTUKA
-- Tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Larantuka akan memanggil para
kepala desa (kades) di Kabupaten Flores Timur (Flotim) untuk diperiksa
terkait pengumpulan dana pembuatan proposal permohonan dana pembangunan
infrastruktur pedesaan kepada Kementerian Dalam Negeri oleh pemerintah
kabupaten setempat pada Juli 2012 lalu.
Jaksa akan menyelidiki ke mana dan kepada siapa uang Rp 182 juta yang dipungut dari 182 desa itu diserahkan. Penyerahan uang kepada oknum pejabat untuk mendapatkan dana yang lebih besar dapat dikategorikan suap.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Larantuka, H Riupassa, S.H, mengatakan hal itu saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (29/8/2012). Didampingi Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Larantuka, Abdon Toh, S.H, Riupassa mengatakan, setiap laporan masyarakat tetap ditindaklanjuti.
Untuk laporan dari elemen masyarakat yang menamakan diri Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gertak) Flotim terhadap pungutan Rp 1 juta kepada 182 kades dan biaya perjalanan dinas ke Portugal, lanjut Riupassa, jaksa sedang melakukan pengumpulan data (puldata). Dalam waktu dekat, kata Riupassa, tim yang telah dibentuk akan melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket).
Abdon menambahkan, selama puldata tim jaksa tidak bisa memanggil dan memintai keterangan terhadap pihak-pihak yang diduga mengetahui atau sebagai penanggung jawab terhadap permasalahan itu. Puldata, lanjutnya, lebih pada kerja intelijen kejaksaan. Setelah datanya dipandang cukup, kajari mengeluarkan surat perintah kepada tim untuk melakukan pulbaket.
Dalam pulbaket, kata Abdon, tim berhak memanggil dan memintai keterangan dari orang-orang yang dipandang mengetahui permasalahan tersebut. Untuk tahap pulbaket, kata Abdon, tim akan memanggil dan memintai keterangan para kepala desa. Karena jumlahnya banyak, akan diambil sampelnya, terutama ketua, sekretaris dan bendahara forum kepala desa se-Flotim yang telah menandatangani surat pernyataan menyerahkan uang secara sukarela itu.
Ditanya soal surat dari Ombudsman, Riupassa mengaku sudah menerimanya melalui faksimile. Ia berterima kasih kepada Ombudsman Perwakilan NTT-NTB yang telah memberikan perhatian terhadap penanganan kasus itu.
Untuk diketahui, dana Rp 1 juta yang disetor para kepala desa di Flotim kepada Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Flores Timur untuk biaya pembuatan proposal di Jakarta diambil dari Pendapatan Asli Desa (PADes).
Kepala Desa Nelelamawalang II, Keamatan Ile Boleng, Rasyid Boro, yang dihubungi per telepon semalam, mengatakan pihaknya tidak mengambil Alokasi Dana Desa (ADD) atau dana dekon Rp 2.250.000 yang diberikan propinsi setiap tahun, karena itu sudah ada petunjuk teknisnya (juknis).
Boro menjelaskan, keuangan desa bersumber dari dana dekon dari propinsi yang rutin setiap tahun Rp 2.250.000/desa di Flores Timur, ADD yang nilainya tidak sama untuk setiap desa. ADD yang diberikan oleh kabupaten sesuai potensi desa. ADD, kata Boro, merupakan dana reguler dari pemerintah kabupaten. Dana yang bersumber dari stuktur pemerintah di atasnya, kata Boro, hanya dua pos itu.
Desa juga, lanjut Boro, mempunyai sumber keuangan seperti retribusi pasar desa, leges dan lain-lain yang dimasukan dalam PADes. "Uang itu kami gali di desa yang kami pakai untuk biaya pembuatan proposal permohonan dana pembangunan infrastruktur pedesaan," kata Boro.
Ditanya apakah desanya sudah mendapat dana itu? Boro mengaku belum mendapat informasi. "Kami sama sekali belum mendapat informasi, baik resmi maupun informasi lepas soal keberadaan dana yang bersumber dari proposal itu," kata Boro. (gem)
Jaksa akan menyelidiki ke mana dan kepada siapa uang Rp 182 juta yang dipungut dari 182 desa itu diserahkan. Penyerahan uang kepada oknum pejabat untuk mendapatkan dana yang lebih besar dapat dikategorikan suap.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Larantuka, H Riupassa, S.H, mengatakan hal itu saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (29/8/2012). Didampingi Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Larantuka, Abdon Toh, S.H, Riupassa mengatakan, setiap laporan masyarakat tetap ditindaklanjuti.
Untuk laporan dari elemen masyarakat yang menamakan diri Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gertak) Flotim terhadap pungutan Rp 1 juta kepada 182 kades dan biaya perjalanan dinas ke Portugal, lanjut Riupassa, jaksa sedang melakukan pengumpulan data (puldata). Dalam waktu dekat, kata Riupassa, tim yang telah dibentuk akan melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket).
Abdon menambahkan, selama puldata tim jaksa tidak bisa memanggil dan memintai keterangan terhadap pihak-pihak yang diduga mengetahui atau sebagai penanggung jawab terhadap permasalahan itu. Puldata, lanjutnya, lebih pada kerja intelijen kejaksaan. Setelah datanya dipandang cukup, kajari mengeluarkan surat perintah kepada tim untuk melakukan pulbaket.
Dalam pulbaket, kata Abdon, tim berhak memanggil dan memintai keterangan dari orang-orang yang dipandang mengetahui permasalahan tersebut. Untuk tahap pulbaket, kata Abdon, tim akan memanggil dan memintai keterangan para kepala desa. Karena jumlahnya banyak, akan diambil sampelnya, terutama ketua, sekretaris dan bendahara forum kepala desa se-Flotim yang telah menandatangani surat pernyataan menyerahkan uang secara sukarela itu.
Ditanya soal surat dari Ombudsman, Riupassa mengaku sudah menerimanya melalui faksimile. Ia berterima kasih kepada Ombudsman Perwakilan NTT-NTB yang telah memberikan perhatian terhadap penanganan kasus itu.
Untuk diketahui, dana Rp 1 juta yang disetor para kepala desa di Flotim kepada Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Flores Timur untuk biaya pembuatan proposal di Jakarta diambil dari Pendapatan Asli Desa (PADes).
Kepala Desa Nelelamawalang II, Keamatan Ile Boleng, Rasyid Boro, yang dihubungi per telepon semalam, mengatakan pihaknya tidak mengambil Alokasi Dana Desa (ADD) atau dana dekon Rp 2.250.000 yang diberikan propinsi setiap tahun, karena itu sudah ada petunjuk teknisnya (juknis).
Boro menjelaskan, keuangan desa bersumber dari dana dekon dari propinsi yang rutin setiap tahun Rp 2.250.000/desa di Flores Timur, ADD yang nilainya tidak sama untuk setiap desa. ADD yang diberikan oleh kabupaten sesuai potensi desa. ADD, kata Boro, merupakan dana reguler dari pemerintah kabupaten. Dana yang bersumber dari stuktur pemerintah di atasnya, kata Boro, hanya dua pos itu.
Desa juga, lanjut Boro, mempunyai sumber keuangan seperti retribusi pasar desa, leges dan lain-lain yang dimasukan dalam PADes. "Uang itu kami gali di desa yang kami pakai untuk biaya pembuatan proposal permohonan dana pembangunan infrastruktur pedesaan," kata Boro.
Ditanya apakah desanya sudah mendapat dana itu? Boro mengaku belum mendapat informasi. "Kami sama sekali belum mendapat informasi, baik resmi maupun informasi lepas soal keberadaan dana yang bersumber dari proposal itu," kata Boro. (gem)
Editor : alfred_dama
Sumber : Pos Kupang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar