Jakarta –
Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) masih belum mencapai titik temu. Padahal Panitia Kerja
(Panja) RUU Pilkada sudah hampir menyelesaikan pembahasan. Karena
itulah, Panja dan pemerintah akan melakukan lobi untuk mencapai
kesepakatan.
“RUU Pilkada sekarang sedang mencari kesepakatan. Sebelum reses (Sabtu, 13 Juli) ada lobi antar Panja, Pimpinan Fraksi dan pemerintah,” kata Ketua Panja RUU Pilkada sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR, Abdul Hakam Naja kepada SP di Jakarta, Kamis (4/7).
Salah satu substansi yang masih menjadi perdebatan ialah pilkada langsung atau tak langsung.
“Masih ada ketidaksepahaman misalnya terkait pilkada langsung atau tak langsung. Karena itu perlu forum lobi, diharapkan dengan pertemuan nanti bisa ada titik temu,” ujar Hakam yang juga politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bidang Politik Hukum dan Hubungan Antar Lembaga, Reydonyzar Moenek mengatakan, data dari Kemteria Dalam Negeri (Kemdagro) menyebutkan bahwa sekitar 33 persen pilkada berpotensi memecah kongsi antar kepala daerah dan wakilnya. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk Pilkada langsung bervariasi.
“Perlu ada formulasi seperti apa bentuk pemilihan Bupati/Wali Kota dan juga Gubernur sehingga tidak menelan biaya yang sangat besar,” kata Moenek.
Seperti diketahui, sejumlah fraksi dalam Panja belum menyepakati tujuh substansi pokok persoalan. Adapun ketujuh substansi tersebut antara lain mekanisme pilkada, pemilihan kandidat dalam satu paket, politik dinasti, penyelesaian sengketa pilkada, pelaksanaan pilkada serentak, beban biaya penyelenggaraan pilkada dan pembatasan dana kampanye pilkada.
Sedangkan Wakil Ketua Komisi II, Arif Wibowo mengatakan, mayoritas fraksi setuju pilkada tetap diselenggarakan secara langsung.
“RUU Pilkada masih proses lobi. Ada perbedaan persepsi Panja dengan pemerintah dengna pemerintah soal pilkada langsung atau tidak. Mayoritas masih setuju pilkada langsung,” kata Arif.
Menurutnya, pilkada langsung masih diperlukan. Sebab, partai politik (parpol) masih belum kuat, kaderisasi tidak berjalan efektif.
“Mekanisme pilkada langsung masih perlu. Meskipun dipilih langsung dan perwakilan itu legitimasinya sama,” ucap politikus PDI Perjuangan ini.
“RUU Pilkada sekarang sedang mencari kesepakatan. Sebelum reses (Sabtu, 13 Juli) ada lobi antar Panja, Pimpinan Fraksi dan pemerintah,” kata Ketua Panja RUU Pilkada sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR, Abdul Hakam Naja kepada SP di Jakarta, Kamis (4/7).
Salah satu substansi yang masih menjadi perdebatan ialah pilkada langsung atau tak langsung.
“Masih ada ketidaksepahaman misalnya terkait pilkada langsung atau tak langsung. Karena itu perlu forum lobi, diharapkan dengan pertemuan nanti bisa ada titik temu,” ujar Hakam yang juga politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bidang Politik Hukum dan Hubungan Antar Lembaga, Reydonyzar Moenek mengatakan, data dari Kemteria Dalam Negeri (Kemdagro) menyebutkan bahwa sekitar 33 persen pilkada berpotensi memecah kongsi antar kepala daerah dan wakilnya. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk Pilkada langsung bervariasi.
“Perlu ada formulasi seperti apa bentuk pemilihan Bupati/Wali Kota dan juga Gubernur sehingga tidak menelan biaya yang sangat besar,” kata Moenek.
Seperti diketahui, sejumlah fraksi dalam Panja belum menyepakati tujuh substansi pokok persoalan. Adapun ketujuh substansi tersebut antara lain mekanisme pilkada, pemilihan kandidat dalam satu paket, politik dinasti, penyelesaian sengketa pilkada, pelaksanaan pilkada serentak, beban biaya penyelenggaraan pilkada dan pembatasan dana kampanye pilkada.
Sedangkan Wakil Ketua Komisi II, Arif Wibowo mengatakan, mayoritas fraksi setuju pilkada tetap diselenggarakan secara langsung.
“RUU Pilkada masih proses lobi. Ada perbedaan persepsi Panja dengan pemerintah dengna pemerintah soal pilkada langsung atau tidak. Mayoritas masih setuju pilkada langsung,” kata Arif.
Menurutnya, pilkada langsung masih diperlukan. Sebab, partai politik (parpol) masih belum kuat, kaderisasi tidak berjalan efektif.
“Mekanisme pilkada langsung masih perlu. Meskipun dipilih langsung dan perwakilan itu legitimasinya sama,” ucap politikus PDI Perjuangan ini.
Penulis: C-6/TK
Sumber:Suara Pembaruan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar